Seringkali kita mendengar bahkan membaca intisari cerita intim yang mengisahkan dua pasangan sejoli yang beda kelamin, terus dikemanakan kehadiran sosok seorang waria itu?
Oke langsung saja, perkenalkan namaku Mahesa, untuk sekarang ini aku masih study jenjang akhir di salah satu universitas negeri ternama di Yogyakarta. Sebenarnya aku sendiri bukan orang asli Jogja, namun salah satu dari kedua orang tuaku asli keturunan Jogja, jadi dalam diriku pun mengalir darah asli Jogja. Aku sendiri tinggal di jogja semenjak masuk kuliah dulu sampai sekarang.
Nah, kita mulai saja ke cerita inti, sejak awal pertama masuk kuliah, aku di pusingkan dengan berbagai UKM yang ada di kampus. Setelah memikirkan akhirnya dengan mantap aku memutuskan untuk gabung dengan UKM Seni Teater, karena aku pikir UKM ini bisa melatih mental dan menambah banyak teman, terutama cewe hehehe.
UKM Seni Teater di kampusku seringkali anjang sana dengan UKM kampus lain atau bahkan dengan para seniman teater Jogja. Setelah beberapa bulan aku gabung di UKM ini, kelompok kami kebagian jatah kolaborasi dengan seniman teater Jogja untuk tampil di salah satu event akbar di Jogja. Dari kelompok seni teaterku mengirimkan 4 anggotanya yang terdiri cowok semua, termasuk salah satunya aku sendiri, dan dari kelompok seni teater Jogja juga mengirimkan 4 orang yang terdiri dari 2 cowok, 1 cewek dan 1 waria.
Untuk mengenal satu sama lain antar kelompok, kami sepakat untuk kumpul di sanggar teater Jogja. Kami saling salaman dan saling memperkenalkan diri masing-masing. Dan disaat aku berjabat tangan dari anggota mereka yang terahir, tiba-tiba aku terbengong karena melihat wajahnya yang begitu cantik dan mempesona. Telapak tangannya halus bagaikan sutera dari negeri jiran.
“Hey, kok bengong?”, suara lembutnya mengagetkanku.
“A..a..anu..a..aku Mahesa”, kataku memperkenalkan diri.
“Aku Tari, senang berkenalan denganmu”, balesnya mesem.
Aku baru tau ternyata dia namanya Tari. Usianya 7 tahun di atasku, makanya aku manggil dia Mbak Tari. Kalau aku amati Mbak Tari ini mirip sekali dengan pasangan mesum vokalist band yang katanya ganteng itu. Buatku Mbak Tari lebih sempurna, ya meskipun dia seorang waria, tapi dari parasnya tidak kalah anggun sama paras wanita jawa banget.
Sejak pertemuan pertama itu, kelompokku dan kelompok Mbak Tari semakin akrab, setiap malam selama sebulan kami selalu mengadakan pertemuan untuk latihan mempersiapkan pentas dan juga hanya untuk sekedar nongkrong. Begitupun aku dan Mbak Tari, semakin hari semakin kaya tidak ada batasnya saja. Mbak Tari pun sudah tidak canggung lagi untuk curhat tentang problemnya mulai dari karir sampai asmara. Dan baru aku ketahui ternyata Mbak Tari baru putus sama pacarnya 2 bulan yang lalu, alasannya karena si cowoknya sudah punya istri, dan dia tidak bisa memberi kasih sayang yang adil kepada Mbak Tari. Dalam benakku aku dapat merasakan kegalauan dan tangisan hati Mbak Tari, tapi dia bukan sosok yang lemah, makanya dia mampu bertahan bahkan mengubah semua itu dengan senyuman.
Ketika kita mendekati hari H pentas, ketua dari tim meminta kita semua untuk latihan rodi, dan kalau perlu tidur pun di sanggar tidak masalah. Untuk menunjukan profesionalitas, kami mengiyakan dan menyanggupinya,karena bagaimanapun juga tampil dengan all out sudah menjadi visi misi kami, agar penikmat seni ini tidak kecewa. Semua anggota pun tidak canggung atau risih untuk tidur bersama di sanggar, karena pada prinsipnya dalam sebuah karir itu tidak memandang cinta atau nafsu.
Hari yang di tunggu-tunggu ahirnya tiba, saatnya kami mementaskan apa yang telah kami persiapkan sematang mungkin. Dan alhasil semua menikmati pentas kami, dan dari rauj wajah para penonton terlihat tidak ada yang kecewa dengan pentas kami. Kamipun merasa bangga dan termotifasi untuk bisa mengangkat cerita yang lebih seru lagi. Setelah acara usai, kami pulang ke sanggar dan merayakan kegembiraan bersama. Namun tiba-tiba Mbak Tari mengusulkan untuk mengadakan party kecil-kecilan di rumahnya, dan kami pun menyetujuinya dengan senang hati. Malam minggu jam 7 semua diharapkan sudah berkumpul di rumah Mbak Tari.
Singkat cerita, tibalah malam yang di tunggu. Sekitar jam 7 malam semua sudah berkumpul di rumah Mbak Tari. Namun Mbak Tari belum juga keluar dari kamar, entah apa yang disiapkan dia kita tidak tahu. Beberapa menit kemudian Mbak Tari pun keluar dari kamarnya dengan membawa beberapa botol minuman beralkohol.
“Surprise..are you ready party to night?”, kata Mbak Tari.
“Wah, ini nih party beneran”, kata salah satu teman kami.
“Mahesa, ambil dorongannya tuh di kamar Mbak”, perintah Mbak Tari.
“Oke Mbak”, balesku.
Malam itu kami habiskan dengan party di sertai alunan musik DJ. Dari semua teman-teman yang ada disitu Mbak Tari lah yang paling banyak minum, sampai-sampai dia benar-benar mabok dan tepar. Waktu sudah menunjukan tengah malam, satu persatu pamit untuk pulang. Dan yang masih di tempat hanya Aku, Roy, dan Mbak Tari yang sudah tepar di atas sofa. Beberapa menit kemudian Roy juga pamit pulang, namun sebelum Roy pulang dia menyuruhku memindahkan Mbak Tari ke kamarnya kalau nanti aku mau pulang.
Kini hanya aku dan Mbak Tari saja yang tersisa, karena sudah sangat larut, maka aku putuskan untuk pulang juga. Ku dekati Mbak Tari dengan tujuan memindahkan dia ke kamarnya. Namun sesaat aku berhenti dan terbengong, dalam posisi tidurnya yang telentang sedikit membangkitkan gejolak priaku. Malam itu Mbak Tari mengenakan tangtop putih dan rok mini ketat. Aku mencoba membuang jauh-jauh pikiran kotor itu, karena selama ini aku tidak pernah terlintas untuk menakali Mbak Tari, sebab dia juga sudah tak anggap kakakku sendiri.
Kubopong Mbak Tari ke kamarnya dan kutidurkan dia di kasurnya. Aku bergegas keluar dari kamarnya untuk melanjutkan pulang. Namun ketika aku sampai di pintu kamar Mbak Tari, aku berbalik dan melihat Mbak Tari posisi tidurnya sudah berubah. Sekarang posisinya miring membelakangiku dengan roknya yang sudah tersingkap. Paha mulus Mbak Tari pun nampak merayu-rayuku untuk mendekatinya.
Gejolakku yang tadinya mulai hilang bangkit lagi, dan mungkin juga karena pengaruh alkohol sehingga kesadaranku untuk tidak menakali Mbak Tari hilang. Perlahan-lahan kudekati dia dan kuusap rambutnya yang lembut. Raut wajah dan hembusan nafas Mbak Tari menandakan dia sudah jauh di alam mimpi sana. Kubalikkan tubuh Mbak Tari sehingga posisinya kembali telentang. Kini aku berjongkok di samping tempat tidur Mbak Tari sambil memandangi wajahnya yang sangat anggun itu.
Perlahan kudekatkan wajahku ke keningnya, dan ku tancapkan satu kecupan sayang di situ. Tidak cuma itu, pipi indahnya pun mengundangku untuk mengecupnya. Aku terpana melihat bibir manis Mbak Tari, entah naluri apa tiba-tiba ku beranikan mencium bibir Mbak Tari yang sangat sensual itu. Ciumanku di bibirnya cukup lama, dan itu membuat Mbak Tari susah bernafas. Karena kondisi dia sudah mabok berat, cuma erangan lirih saja yang ku dengar dari mulutnya. Tanganku tidak mau tinggal diam, perlahan kupegang dua bukit indah yang ada di dada Mbak Tari. Kurasakan dia sedikit menggelinjang.
Melihat wajah Mbak Tari yang nampaknya sudah mulai terbawa gejolak, aku semakin tidak bisa membendung hasratku. Ku ciumi bibirnya dengan lahap, dan kujilati wajahnya yang ayu mempesona. Kini aku mulai melepas tangtop yang Mbak Tari kenakan, perlahan kulanjutkan meremas kedua bukit indahnya dari luar bra.
“Aghhhhh..Ohhhhhhh..Yeahhhh”, hanya itu yang keluar dari mulut Mbak Tari.
Kulepas bra yang dia pakai, dan menyemburlah kedua bukit indah milik bidadari yang tidak berdaya ini. Kuremas perlahan dan kucium dengan hangat.
“Ahhhhhh..Sssshhhhh..Ghhhhhh”,Mbak Tari semakin mendesah.
Kujilati dan ku emut putingnya, turun ke perut dan pusernya. Ku balikkan badan Mbak Tari dan kujilati juga bagian punggungnya. Tangan dan ketiaknya tidak ketinggalan dari jamahan lidahku juga.
Sekarang saatnya bagian paling sensitif dan intim milik Mbak Tari. Perlahan kulepas rok yang ia kenakan dan juga CD pink motif bunga yang sedikit basah karena cairan cinta Mbak Tari. Nampaklah batang Mbak Tari yang sudah tegang dan basah di bagian ujungnya. Aku bergegas mengambil handbody yang terletak di meja rias Mbak Tari. Kulumuri tanganku dengan handbody itu. Kugenggang batang milik Mbak Tari dan disusul mengocoknya perlahan.
“Ahhh..Ohhh..Sssshh..Yeahhh”, desahan Mbak Tari.
Semakin lama tempo kocokannya semakin ku percepat, Mbak Tari semakin keras mendesah, mungkin dalam tidurnya dia sedang memimpikan bulan madu dengan pangerannya.
“Oghhhh..Ahhhh..Ohhhh”, desahan Mbak Tari menjadi.
Beberapa detik kemudian tubuh Mbak Tari mengejang hebat dan tiba-tiba croot..croot..croooot, muncratlah cairan cinta Mbak Tari di tanganku.
Kubiarkan Mbak Tari istirahat dan menikmati sisa-sisa surga dunia yang baru dia raih, aku sendiri ke kamar mandi membersihkan tanganku. Setelah aku rasa Mbak Tari sudah kembali rileks, ku buka lebar selangkangannyadan aku memposisikan diri. Ku tempelkan batangku di lubang anusnya. Perlahan-lahan kudorong masuk, namun sedikit susah karena masih agak sempit. Terlihat raut wajah Mbak Tari nampak kesakitan.
Kucoba masukkan perlahan-lahan hingga “jlebbb”, masuklah semua batangku di lubang surganya. Kudiamkan sejenak untuk beradaptasi. Perlahan mulai ku pompa dengan tempo yang lambat. Aku merasakan begitu nikmat tiada duanya.
“Ahhhhhhhhh..Mbak Tari...Aghhhhh”, desahku.
Semakin lama tempo pompaanku semakin kupercepat. Aku sudah tidak mempedulikan apa-apa lagi, yang ada saat itu hanyalah meraih puncak nikmat surga dunia. Setelah 30 menit, aku merasakan puncak kenikmatan itu akan segera datang, tempo pompaanku lebih ku percepat lagi, dan tidak lama kemudian croot..croot..croooot, lahar cintaku muncrat di dalam lubang surga Mbak Tari. Kudiamkan batangku disana hingga kembali mengecil lagi.
Kurebahkan tubuhku yang penuh keringat disamping Mbak Tari. Bergegas ku seka tubuh Mbak Tari dengan air hangat, dan kembali kurapikan dia seperti semula. Setelah semua rapi, ku cium kening Mbak Tari sebagai ungkapan rasa sayangku ke dia.
“Maafkan aku Mbak, aku tidak bisa menahan gejolakku, aku janji ini yang pertama dan terahir”, kataku.
“Terimakasih Mbak Tari, aku sayang kamu”, kataku mesra dengan di ahiri mencium keningnya lagi.
Aku bangkit dan bergegas meninggalkan kamar Mbak Tari.